top of page

rumah tua itu

  • Writer: dina s
    dina s
  • Jul 28, 2024
  • 2 min read

[Babak ke-1]

Bukannya aku tak mau kembali ke rumah tua itu

Kekalahanku dalam menaklukkanmu cukup membekaskan luka

Sayatan yang agaknya terlalu dalam

Manis menunggu gilirnya dituai garam

Pertemuanku denganmu dalam adegan kehidupan ini

Menumbuhkan titik-titik benih harapan

Meski ternyata, aku harus menelan pahit sebuah fakta

Semakin kuat tungkaiku berserah, semakin pula ia goyah dan tak terarah

Kukira kau akan menjadi lem perekat

Atas semua kepingan malang yang selama ini mengikat

Ternyata kau tak lebih dari sekadar tetesan hujan asam

Datang memberikan kelembapan sementara

Untuk merusak jiwa raga selamanya

[Babak ke-2]

Memperlakukanmu sebagai seorang penjahat, tentu bukan kerelaanku

Itu hanyalah gambar palsu, agar rasa kalahku tak lagi membelenggu

Aku akan terus memutar lagu kita, hingga hilang semua rasa di dalamnya

Kamu terus mengulang lirik serupa, yang sangat amat memekakkan telinga

Aku masih berusaha menumpulkan tajamnya perasaan

Namun hanya seonggok nadirlah yang berhasil kutemukan

Maki-makian ingin kumuntahkan

Mati-matian aku mempertahankan

Kapal yang bertahun-tahun rela kujaga

Gelap karam tak bersisa

Kini aku sadari,

Pertarunganku ternyata hanya sebatas pinggiran kata

Tak pernah punya kuasa untuk lekas menjumpa atau meminta

Hingga akhir cerita berubah tengkurap

Segelintir takdir dijuluki biadab

[Babak ke-3]

Menginjakkan kaki di taman bermainmu

Tidak pernah memberikan kesan baik di hidupku

Dimana kau menjadi dirimu

Dan aku tidak pernah menjadi diriku

Gagalnya episode kali ini,

Tidak pernah se-sederhana yang kau kira

Sebab aku, terpaksa harus melenyapkan cetak biru

Yang telah kususun dengan apik dan sempurna

Juga didesak untuk mengoyak tiap lembaran peta

Yang selama ini setia menuntunku kemana-mana

[Babak ke-4]

Dulu kupikir, cerita kita akan menjadi seindah sejarah

Namun ternyata, kemampuan khayalku tak jauh dari payah

Berlari kembali ke lapangan pacu

Sama saja dengan mengaku lemah dan berserah

Siapakah gerangan makhluk bernama trauma?

Aku tak pernah sudi kenal baik dengannya

Karenamu aku mulai percaya,

Bahwa cinta tak pernah mengenal rupa, suara ataupun usia

Karenamu juga aku mulai mual,

Dengan segala macam teori mengenai kasih sayang

Pelan-pelan aku menyapu semua angan-anganku

Yang sedari awal ingin kuwujudkan bersamamu

Tapi kini, mimpi itu harus kutata kembali satu persatu

Meski jemariku tak pernah sanggup menahan pilu

[Babak ke-5]

Terima kasih sudah bersedia menyadarkan

Betapa tidak berharganya nona satu ini di mata tuan

Terima kasih juga telah menyempatkan untuk singgah

Meski tidak pernah berhajat untuk menetap selamanya

Semoga di kehidupan yang lain,

Semesta masih berkenan mempertemukan

Entah sebagai teman, pasangan, atau musuh bebuyutan

Kali ini,

Akan tetap kulanjutkan dongeng hidupku dengan semestinya

Meski salah satu tokohnya, sudah kumatikan secara paksa


[to be re-arranged soon]



bottom of page