stoicism is just a lifehack
- dina s
- Nov 18, 2023
- 2 min read
Updated: Jul 21, 2024
stoicism is just a lifehack or a lifeline, not a lifestyle.
a week ago, someone asked me an interesting question.
"is stoicism entirely perfect?"
i immediately said "yesn't". lol.
from my own 'tiny' perspective, being a stoa isnt that cool. it doesnt mean i against stocism, i actually practiced it a lot in my daily life. but, sometimes i just feel something is not quite right on it. so i tried to contemplate about it.
let me explain this.
generally, of course stocism is so good for your mental health. but for some reason, its not very good for your imaan. why is it like that?
jadi stoic itu menuntut kita untuk 'sadar' tentang apapun yang terjadi di sekitar kita. kita diajarkan untuk berfikir sebelum bertindak, dan berfikir sebelum memutuskan untuk 'merasakan' sesuatu. dan pada dasarnya, yang diajarkan stoic ini sangat-sangat bagus untuk diri kita.
tapi ada satu hal yang menurut aku kurang sesuai. yakni 'pasrahan'. oke, di dalam stoisisme kita diajarkan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, bahkan mensimulasikannya. tapi, terkadang hal ini terkesan kaya seakan kita akan menyerah sama keadaan. nah, hal inilah yang bikin kita jadi lupa untuk berdoa dengan sungguh sungguh, dan berdoa terus-terusan. karena, dari awal kita udah nyerah (bukan nyerah si, tapi udah pasrah).
kalo nanti ga dapet, ya gapapa.
kalo nanti hasilnya jelek, ya gapapa.
kalo nanti ga sesuai ekspektasi, ya gapapa.
kita udah gapapa-in semuanya di awal. dari situ kita jadi nyepelein kekuatan doa, dan rasa percaya kita terhadap takdir Allah. mungkin ada baiknya, jika kita selalu remind ke diri kita sendiri dengan mengucapkan "yang terbaik menurutMu yaAllah" aku ikhlas. bisa jadi, hal ini menjadi usaha terbaik kita, at least berusaha untuk percaya dengan kekuatan doa tersebut.
ada 1 hal lagi yang sering diprotes orang-orang yang benci stoikisme, yakni mental avoidance. seringkali stoic dicap sebagai orang yang suka deny perasaannya, karena mereka berkomitmen untuk menghindari perasaan sakit dan sedih. pas mulai sedih aja, langsung mikir "is it worth it to cry right now?" padahal ya, kalo nangis ya nangis aja, ga perlu di deny perasaannya.
but, i didnt know if that thing was taught by classic stoa or nah. because i didnt drown onto the stoicism that much, so there might be misunderstanding about that.
last thing, it was all my personal opinion. if it feels right for you, use it. if its not right for you, just leave it. and for me personally, i still love stocism all the way, though. because, i already used them as a lifestyle even before knowing the name of it. it just fits my personality perfectly i guess. idk.

bonus meme tentang stoic:
